Putar Musik di Ruang Komersil Wajib Bayar Royalti

3 Min Read
Filosofi Kopi. Foto: Ikhsan/siberdbn.com

SIBERDBN.COM, JAKARTA – Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM menegaskan bahwa setiap pelaku usaha yang memutar musik di ruang publik wajib membayar royalti kepada pencipta dan pemilik hak terkait.

Aturan ini berlaku untuk semua jenis usaha seperti restoran, kafe, toko, pusat kebugaran, dan hotel, termasuk meski telah berlangganan layanan streaming pribadi seperti Spotify, YouTube Premium, dan Apple Music.

“Layanan streaming bersifat personal. Ketika musik diperdengarkan kepada publik di ruang usaha, itu sudah masuk kategori penggunaan komersial, sehingga dibutuhkan lisensi tambahan melalui mekanisme yang sah,” kata Direktur Hak Cipta dan Desain Industri DJKI, Agung Damarsasongko, dalam keterangan tertulis, Senin (28/7/2025) lalu.

BACA JUGA : Kapolri: Dunia dan Indonesia Sedang Tidak Baik-baik Saja, Ancaman Global Harus Diantisipasi

Agung menegaskan, pembayaran royalti dilakukan melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), sesuai amanat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.

Skema ini bertujuan memberikan keadilan dan transparansi bagi pencipta lagu, serta kenyamanan hukum bagi pelaku usaha karena tidak perlu mengurus izin secara individual dari setiap pemilik hak cipta.

Menanggapi kekhawatiran sebagian pelaku usaha yang mempertimbangkan untuk tidak memutar lagu-lagu Indonesia guna menghindari kewajiban royalti, Agung menyebut langkah itu kontraproduktif dan merugikan ekosistem musik nasional.

“Musik adalah bagian dari identitas budaya. Ketika pelaku usaha enggan memberikan apresiasi kepada pencipta lokal, yang dirugikan bukan hanya seniman, tetapi juga konsumen dan iklim kreatif nasional,” tegasnya.

Ia juga mengingatkan bahwa penggunaan musik bebas lisensi atau lagu asing pun harus melalui verifikasi hak cipta karena tidak semua benar-benar bebas dari perlindungan hukum.

“Banyak musik yang diklaim ‘no copyright’ ternyata tetap dilindungi. Jika digunakan tanpa izin, pelaku usaha tetap bisa dikenakan sanksi pelanggaran,” ujarnya.

Sebagai alternatif, pelaku usaha dapat menggunakan musik bebas lisensi (royalty-free), lagu ciptaan sendiri, ambience, atau bekerja sama langsung dengan musisi independen. DJKI juga menyiapkan sistem digital yang memudahkan pendaftaran dan pembayaran royalti sesuai klasifikasi usaha dan luas ruangan.

Agung menegaskan, UMKM tidak dipukul rata dalam pembayaran. LMKN menyediakan mekanisme keringanan atau pembebasan tarif berdasarkan skala usaha, kapasitas pengunjung, dan intensitas pemanfaatan musik.

“Kami imbau UMKM mengajukan permohonan resmi untuk mendapatkan perlindungan hukum sekaligus mendukung ekosistem musik nasional,” katanya.

BACA JUGA : Beri Kepastian Hak Nasabah dan Bank, OJK Akan Revisi Aturan Rekening Dormant

Agung juga mengingatkan bahwa pelanggaran terhadap kewajiban royalti dapat dikenai sanksi hukum, meski tetap mengedepankan mekanisme mediasi sesuai Pasal 95 Ayat 4 UU Hak Cipta.

“Pelindungan hak cipta bukan hanya soal hukum, tapi bentuk penghargaan terhadap kerja keras para pencipta yang memberi nilai tambah pada pengalaman usaha Anda,” pungkasnya.

Sumber : Kompas

Editor : Tim Redaksi

Share This Article
1 Comment
Exit mobile version